General Lecture Magister Akuntansi FEB Universitas Indonesia dan Singapore Management University Bahas Sustainability Reporting, Political Connections, dan Sensitivity of Cash

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

JAKARTA – (4/8/2023) Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (MAKSI FEB UI) bersama Singapore Management University menggelar General Lecture dengan pembicara Prof. Dr. Lindawati Gani (Guru Besar FEB UI) dan Dr. Yuanto Kusnadi (Associate Professor School of Accountancy SMU).

Kegiatan yang diawali opening speech dari Yulianti, S.E., M.E., Ph.D. (Ketua Departemen Akuntansi FEB UI) serta dimoderatori oleh Luluk Widyawati, S.E., M.Bus., Ph.D. (Ketua Program Studi S-1 Akuntansi) dan Nureni Wijayati, Ph.D., C.A. (Ketua Program Studi MAKSI-PPAk.) ini berlangsung di Auditorium Sinarmas MAKSI, Gedung Prof. Dr. M. Sadli, Kampus FEB UI Salemba, pada Jumat (4/8).

Pada sesi pertama, Prof. Linda mengangkat topik ‘Embracing the Opportunities and Navigating the New Era of Sustainability Reporting’ yang menyoroti perlunya transformasi pola pikir perusahaan untuk fokus pada metrik nirlaba.

Menurutnya, sudah seharusnya bagi perusahaan Indonesia untuk mengadopsi standar global pengungkapan keberlanjutan, melibatkan keberlanjutan pola pikir dan budaya perusahaan, menggunakan konsep pemikiran terintegrasi, menginternalisasi isu keberlanjutan dalam perencanaan dan operasi strategis, serta mendorong konektivitas antara laporan keuangan dan pengungkapan keuangan terkait keberlanjutan.

Prof. Linda menuturkan bahwa peranan Environmental, Social, and Governance (ESG) penting karena semua pemangku kepentingan memiliki ekspektasi tinggi yang mengarah pada perkembangan ekonomi baru. Maka, perusahaan harus mengalihkan fokus mereka yang semula memaksimalkan nilai pemegang saham ke penciptaan nilai bagi semua pemangku kepentingan untuk mencapai keberlanjutan jangka panjang.

Ia menambahkan, “Pengungkapan informasi ESG bersama informasi keuangan sangat penting bagi investor dan pemangku kepentingan. Ini memungkinkan mereka untuk membuat keputusan berdasarkan informasi tentang perusahaan, potensi kinerja jangka panjangnya, dampaknya terhadap masyarakat, dan dampak masyarakat terhadapnya.”

“Secara global, jumlah perusahaan pelapor terus meningkat. Namun, perusahaan pun masih harus menghadapi beberapa, seperti greenwashing, yakni disinformasi yang disebarluaskan oleh suatu organisasi untuk menghadirkan citra publik yang bertanggung jawab terhadap lingkungan, tetapi dianggap tidak berdasar atau sengaja menyesatkan,” imbuhnya.

Selain itu, Prof. Linda menjelaskan tingginya permintaan pengungkapan informasi keberlanjutan karena adanya beberapa kepentingan, seperti aturan khusus untuk pengukuran dan pengungkapan ESG, pedoman tingkat tinggi yang memberikan prinsip dan panduan tentang bagaimana informasi harus diungkapkan, indeks yang memungkinkan investor melacak kinerja perusahaan, hingga rating perusahaan. Ia pun membagikan perkembangan sustainability reporting di Indonesia dan Singapura sebagai pembanding.

Selanjutnya, Dr. Yuanto mempresentasikan penelitian terbarunya mengenai ‘Political Connections and the Cash Flow Sensitivity of Cash: International Evidence’ yang mengkaji bagaimana koneksi politik memengaruhi nilai kepemilikan uang tunai dalam pengaturan internasional.

Ia memaparkan, “Temuan utama penelitian ini mengungkapkan bahwa koneksi politik tidak terkait dengan nilai kepemilikan uang tunai dalam keseluruhan sampel. Namun, analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa koneksi politik berhubungan negatif dan signifikan terkait sensitivitas arus kas.”

Hasil dari regresi penghematan uang tunai menemukan koneksi politik dapat berperan sebagai saluran penting untuk memfasilitasi akses yang lebih mudah ke pendanaan eksternal. Temuan ini menambah bukti baru pada perdebatan yang tengah berlangsung tentang penjelasan kepemilikan kas dengan menetapkan bahwa kehadiran koneksi politik merupakan penentu penting kebijakan likuiditas perusahaan.

Sementara itu, hasil dari regresi cross-sectional pada sub sampel terpisah menemukan perbedaan pola sensitivitas arus kas antara perusahaan yang terhubung dan tidak terhubung didorong pula oleh faktor perbedaan lintas negara dalam kendala keuangan tingkat perusahaan dan lembaga tingkat negara.

Akhir kata, penelitian yang menggunakan sampel perusahaan dari 26 negara ini secara keseluruhan memberikan wawasan baru tentang relevansi nilai kepemilikan kas, terutama untuk perusahaan yang terhubung secara politik.

Sesi diakhiri dengan diskusi intens antara pembicara dan para peserta yang berasal dari mahasiswa magister, mahasiswa doktoral, serta dosen Departemen Akuntansi Universitas Indonesia.